Limbah Rumah Tangga Yang Tergolong Limbah Organik

Limbah Rumah Tangga Yang Tergolong Limbah Organik

Limbah rumah tangga merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga. limbah rumah tangga terbagi menjadi limbah organik dan limbah anorganik. Limbah anorganik berupa plastik, kaleng dan semua jenis kemasan yang sulit mengalami pembusukan. Limbah organik berupa sisa sayur, buah, kemasan kertas, tisu dan sisa makanan.

Limbah organik atau dikenal juga dengan sebutan limbah biodegradable merupakan sebutan untuk sampah yang dapat terurai secara hayati dan berasal dari tumbuhan atau hewan. Limbah organik tetap dapat berkontribusi terhadap produksi gas rumah kaca (metana) meskipun dapat terurai.

Kurangnya kesadaran masyarakat Desa Teluk Awur khususnya ibu rumah tangga dalam mengelola limbah yang dihasilkan dapat menyebabkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupun kesehatan. Beberapa kemungkinan penyakit yang dapat terjadi yaitu ISPA, Diare, DBD dan penyakit lainnya yang dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.

Pengelolaan limbah organik khususnya rumah tangga harus dilakukan secara aktif untuk mengurangi jumlah limbah yang ada dan memanfaatkan nilai guna yang masih terkandung dalam limbah itu sendiri.

Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, pada Senin (14/11/22) mahasiswa KKN Tematik Universitas Diponegoro (Undip) bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Bank Sampah Induk (BSI) Kabupaten Jepara mengadakan sosialiasai mengenai pengelolaan limbah rumah tangga khususnya limbah organik menjadi produk yang memiliki nilai guna dan nilai jual. Salah satu produk yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah rumah tangga yaitu pakan ternak.

Anis, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara dalam penjelasannya mengenai Desa Mandiri Sampah menghimbau kepada masyarakat Desa Teluk Awur untuk dapat memulai mengelola sampah dimulai dari skala rumah tangga dengan cara melakukan pemilahan untuk limbah organik dan limbah anorganik, sehingga dapat tercipta lingkungan yang bersih.

”Limbah anorganik dapat diolah menjadi kerajinan yang memiliki nilai jual, sedangkan limbah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos, pupuk organik cair (POC) dan pakan ternak seperti silase dan maggot yang menggunakan lalat Black soldier fly (BSF) atau lalat tentara hitam sebagai pengurai.” ujar Samsul, perwakilan dari DLH Jepara.

Menindaklanjuti kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan sebelumnya bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Bank Sampah Induk (BSI) Kabupaten Jepara, pada Jumat (18/11/22) Likha salah satu mahasiswi KKN Tematik Undip melakukan sosialisasi door to door terhadap peternak yang ada di Desa Teluk Awur mengenai bagaimana pembuatan pakan ternak ruminansia dari limbah organik rumah tangga.

Pakan ternak menjadi salah satu produk pilihan yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah organik rumah tangga karena berdasarkan data yang diperoleh, banyak masyarakat Desa Teluk Awur yang menjadi peternak tradisional. Mirisnya, ternak diumbar di lahan terbuka dari pagi hingga sore dan mencari makanannya sendiri, bahkan akibat sampah tidak dikelola dengan baik dan tidak hanya dibuang disatu tempat, maka ternak yang diumbar memakan sampah seperti plastik karena kurangnya ketersediaan hijauan di ladang penggembalaan akibat tertutup oleh tumpukan sampah.

Dalam kegiatan sosialisasi, Likha menjelaskan mengenai limbah organik apa saja yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sebab tidak semua limbah organik dapat diolah menjadi pakan ternak.

“Limbah rumah tangga seperti wortel dan sawi tidak dapat dijadikan silase karena mudah busuk, namun dapat diolah untuk menjadi pakan ayam dan lele” jelas Likha.

Selain menyampaikan materi mengenai tata cara pembuatan pakan ternak yaitu silase dari limbah organik rumah tangga, dalam kegiatan sosialisasi juga dilakukan sesi wawancara dan tanya jawab mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi peternak Desa Teluk Awur.

“Disini ternak dipelihara hanya dengan cara diumbar, kasih pakan juga cuma hijauan. Kalau mau beli konsentrat mahal sekitar Rp 8.000,00/kg dan disini tidak ada yg jual, harus menempuh jarak ± 10 km untuk beli konsentrat” jelas Sutriman, salah satu peternak sapi potong yang ada di Desa Teluk Awur.

Tidak hanya itu, terdapat beberapa peternak yang mengatakan bahwa selama ini tidak pernah ada penyuluhan ataupun pelatihan mengenai pakan ternak ruminansia. Kurangnya ilmu serta pendampingan dari pihak terkait menyebabkan peternak tidak optimal dalam memelihara ternak yang dimilikinya.

Harapannya dengan adanya sosialisasi tersebut, peternak dapat memanfaatkan limbah organik rumah tangga sebagai pakan ternak yang memiliki kandungan nutrisi cukup baik, sehingga dapat mengurangi dampak negatif akibat limbah rumah tangga dan mengubahnya menjadi dampak positif yang menguntungkan.

Penulis : Baqiyatus Sholikhah (Tim 3 KKNT Undip Jepara 2022)

DPL    : Dr. Ir. Cahya Setya Utama, S.Pt., M.Si., IPM

Fera, A. R., GH. Sumartono., E. W. Tini. 2019. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L) pada Jarak Tanam dan Pemotongan Bibit yang Berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, Vol. 19, No. 1 : 11-18.

Handayanto, E., N. Muddarisna., A. Fiqri. 2017. Pengelolaan Kesuburan Tanah. UB Press. Malang.

Haryono, 1989. Mineralisasi Nitrogen Dua Macam Bahan Organik pada Tiga Tingkat Pelapukan dan Dosis Urea serta Beberapa Aspek yang Dipengaruhinya pada Latosol Darmaga. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Hastuti, S., T. Martini., C. Purnawan., A. Masykur., A. H. Wibowo. 2021. Pembuatan Kompos Sampah Dapur dan Taman dengan Bantuan Aktivator EM4. Proceeding of Chemistry Converences, Vol. 6 : 18-21.

Hutubessy, J. 2013. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L). Jurnal Agrica, Vol. 6, No. 2: 79-89

Jamilah, 2003. Pengaruh Pupuk Kandang dan Kelengasan Terhadap Perubahan Bahan Organik dan Nitrogen Total Entisol. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara.

Kurniawan, B. 2019. Pengaruh Umur Kompos Rumah Tangga Hasil Rancang Bangun FIFO (First in First Out) dan Dosisnya dalam Media Tanam dari Lahan Pasca Tambang terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L). Jurnal Agrifor, Vol. 18, No. 2 : 217-230.

Larasati, A. A dan S. I. Puspikawati. 2019. Pengolahan Sampah Sayuran Menjadi Kompos dengan Metode Takakura. Jurnal Ikesma, Vol. 15, No. 2 : 60-68.

Laude, S dan Y. Tambing. 2010. Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang Ayam. Jurnal Agroland, Vol. 17, No. 2: 144-148.

Leni, K., M. Fadil., A. Nizar. 2019. Peningkatan Produksi Tanaman Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Melalui Aplikasi Pupuk Organik Cair Rumput Laut (Sargassum sp) di Kota Wisata Batu. Jurnal Agrotrop, Vol. 9, No. 2: 146-153.

Mabel, J. M dan S. Tuhuteru. 2020. Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Sebagai Kompos PadaTanaman Bawang Merah(Allium Cepa Var. AgregatumL.). Agritrop. Vol. 8, No. 1: 51-59.

Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor.

Nurofik, M. F. I dan P. S. Utomo. 2018. Pengaruh Pupuk Urea dan Petroganik terhadap pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Varietas Fragrant, Vol. 3, No. 1 : 35-40.

Paiman., M. Solihuddin., Hafifah., Ismadi., Usnawiyah., Rd. V. Handayani. 2019. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Daun Akibat Perlakuan Pupuk Limbah Kulit Kopi dan Jarak Tanam. Jurnal Agrium, Vol. 16, No. 2 : 160-165.

Pantie, F. A. S., T. A. Atikah., L. Widiastuti. 2017. Pengaruh Pemberian Pupuk Kotoran Ayam dan Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun pada tanah Gambut Pedalaman. Jurnal Daun, Vol. 4, No. 1 : 29-37.

Qibitiah, M dan P. Astuti. 2016. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L) pada Pemotongan Bibit Anakan dan Pemberian Pupuk Kandang Sapi dengan Sistem Vertikultur. Jurnal Agrifor, Vol. 15, No. 2 : 249-258.

Rahmawanti, N dan N. Dony, 2014. Pembuatan Pupuk Orgnaik Berbahan Sampah Organik Rumah Tangga dengan Penambahan Aktivator EM4 di Daerah Kayu Tinggi. Jurnal Ziraa’ah, Vol. 39, No. 1 : 1-7.

Rosmarkam. A dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Subandriyo., D. D. Anggoro., Hadiyanto. 2012. Optimasi Pengomposan Sampah Organik Rumah Tanggga Menggunakan Kombinasi Aktivator EM4 dan MOL Terhadap Rasio C/N. Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 10, Issue 2 : 70-75.

Subhaktiyasa, P. G dan N. P. Sumaryani. 2020. Pemanfaatan berbagai Jenis Pupuk Berbahan Limbah Rumah Tangga terhadap pertumbuhan Tanaman. Jurnal edukasi Matematika dan Sains. 2020. Vol. 9, No. 2 : 138-146.

Suleman, D. 2014. Kesuburan Tanah Tropika Basah dan Teknologi Pemupukan. Unhalu Press. Kendari

Yusdian, Y., M. Antaralina., A. Diki. 2016. Pertumbuhan dan Hasil bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Varietas Linda Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Urea. Jurnal Agro, Vol 3, No. 1 : 20-24.

Peningkatan produksi sampah menjadi tantangan besar bagi masyarakat masa kini. Salah satu jenis sampah yang mendominasi di rumah tangga adalah sampah organik. Sampah organik mencakup sisa-sisa dapur, sisa sayuran, dan bahan-bahan organik lainnya yang dapat terurai secara alami. Meskipun sering kali dianggap sebagai beban, sampah organik sebenarnya memiliki potensi besar sebagai sumber daya yang berharga.

Pada dasarnya, sampah organik dapat dianggap sebagai pupuk alami yang dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. Dengan memahami peran penting sampah organik dalam siklus alam, kita dapat merancang metode pengelolaan sampah yang tidak hanya mengurangi dampak lingkungan negatif, tetapi juga memberikan manfaat positif dalam memelihara kesehatan tanah pertanian. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai sifat dan komposisi sampah organik serta bagaimana penggunaannya sebagai alternatif pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Sampah organik memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari jenis sampah lainnya. Komponen utama sampah organik melibatkan bahan-bahan yang berasal dari makhluk hidup, seperti sisa-sisa makanan, daun, ranting, dan bahan organik lainnya. Sifat biodegradable sampah organik membuatnya mudah terurai oleh mikroorganisme alami dalam lingkungan. Sampah organik yang dihasilkanoleh rumah tangga di antaranya sebagai berikut:

Sisa-sisa Dapur: Termasuk sisa-sisa buah, sayur, kulit telur, dan sisa makanan organik lainnya.

Daun dan Ranting: Seringkali dihasilkan dari kegiatan pemangkasan tanaman di sekitar rumah.

Bahan Organik Lainnya: Melibatkan material seperti kertas, kardus yang dapat terurai, serta serbuk kayu atau serbuk gergaji.

Sumber: mutucertification.com

Sampah organik dari hasil aktivitas rumah dapat olah melalui berbagai cara. Cara yang paling mudah dan umum digunakan adalah pengomposan. Pengomposan merupakan suatu proses alami di mana mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan organisme pengurai lainnya mengurai bahan-bahan organik menjadi humus yang kaya akan nutrisi. Proses ini dapat diterapkan secara rumah tangga sebagai metode yang ramah lingkungan untuk mengelola sampah organik. Pengomposan tidak hanya mengurangi volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir, tetapi juga menghasilkan pupuk alami yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah.

Pengomposan sampah organik rumah tangga memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat agar menghasilkan kompos yang berkualitas. Proses ini tidak hanya mendukung pengurangan sampah di rumah tangga, tetapi juga menciptakan pupuk alami yang bermanfaat bagi tanah pertanian. Pengomposan sampah rumah tangga yang paling mudah yaitu melalui langkah sebagai berikut:

Pemilihan Tempat dan Wadah Kompos: Pilih lokasi yang terkena matahari untuk percepatan proses pengomposan. Gunakan wadah atau bak kompos yang memiliki ventilasi untuk memastikan sirkulasi udara yang baik.

Pemilihan Bahan: Pilih bahan-bahan organik yang seimbang antara bahan hijau (misalnya, sisa-sisa makanan) dan bahan coklat (misalnya, daun kering). Keseimbangan ini diperlukan untuk menciptakan kondisi optimal bagi mikroorganisme pengurai.

Pengaturan Lapisan: Susun lapisan bahan hijau dan coklat secara bergantian. Ini membantu menciptakan rasio karbon dan nitrogen yang seimbang untuk mendukung aktivitas mikroorganisme.

Pemeliharaan Kelembapan: Pastikan kompos tetap lembap, tetapi tidak terlalu basah. Kondisi kelembapan yang baik mempercepat proses penguraian.

Pemutar Kompos (Opsional): Pemutaran atau pengadukan kompos secara berkala dapat membantu mempercepat proses pengomposan.

Pemantauan dan Koreksi: Pantau suhu dan aroma kompos. Suhu yang optimal untuk pengomposan biasanya berkisar antara 50-65°C. Jika ada aroma yang tidak diinginkan, perlu dilakukan penambahan bahan untuk menyeimbangkan kembali kompos.

Menggunakan sampah organik sebagai sumber daya untuk menciptakan pupuk alami tidak hanya merupakan langkah berkelanjutan dalam mengelola sampah rumah tangga, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi pertanian. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sampah organik sebagai pupuk yaitu peningkatan kandungan nutrisi tanah, perbaikan struktur tanah, dan pengurangan ketergantungan pada pupuk kimia.

A. Meningkatkan kandungan nutrisi tanah

Sampah organik yang mengalami proses pengomposan menghasilkan pupuk yang kaya akan nutrisi. Nutrisi seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang terdapat dalam sisa-sisa makanan dan material organik lainnya menjadi lebih mudah diserap oleh tanaman. Dengan menggunakan pupuk organik ini, tanah dapat diperkaya dengan unsur-unsur esensial yang mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat.

B. Memperbaiki struktur tanah

Kompos hasil dari pengomposan memiliki kemampuan untuk meningkatkan struktur tanah. Struktur tanah yang baik memungkinkan pertukaran udara, air, dan nutrisi tanaman yang lebih efisien. Pupuk organik juga dapat membantu tanah liat menjadi lebih gembur dan meningkatkan kapasitas penyimpanan air pada tanah berpasir.

C. Mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia

Kita dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan Dengan memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk. Pupuk organik tidak hanya menyediakan nutrisi tanaman secara alami, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem tanah dan mikroorganisme yang mendukung pertumbuhan tanaman.

Kendala dalam mengelola sampah organik rumah tangga sering kali menjadi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat yang ingin menerapkan praktik pengomposan. Meskipun pengelolaan sampah organik memberikan manfaat besar bagi lingkungan, keberlanjutan, dan kesehatan tanah, beberapa hambatan mungkin muncul selama proses tersebut.

Pengelolaan Bau dan Hama: Proses pengomposan dapat menghasilkan aroma yang tidak diinginkan dan menarik perhatian hama. Beberapa rumah tangga mungkin mengalami kendala terkait bau yang tidak nyaman atau kehadiran serangga.

Ketersediaan Ruang: Rumah tangga dengan ruang terbatas mungkin menghadapi kesulitan dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk kegiatan pengomposan.

Kesadaran dan Keterampilan: Beberapa individu mungkin belum sepenuhnya menyadari manfaat pengomposan atau kurang memiliki keterampilan dalam mengelolanya.

Meskipun mengelola sampah organik di rumah tangga menghadapi tantangan, terdapat sejumlah solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan dan efisiensi dari praktek ini. Solusi ini diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala yang mungkin timbul selama proses pengomposan sehingga pengelolaan menjadi lebih efektif. Berikut ini adalah beberapa solusi untuk mengatasi kendala yang timbul.

Penggunaan Wadah Berkualitas Tinggi: Menggunakan wadah kompos yang dirancang khusus dapat membantu mengurangi bau yang tidak sedap dan mencegah hama masuk.

Pemilihan Metode Pengomposan yang Tepat: Terdapat berbagai metode pengomposan, seperti pengomposan tumpuk atau pengomposan dalam wadah tertutup. Memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan ruang dapat meningkatkan efisiensi.

Edukasi dan Pelatihan: Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi mengenai manfaat pengomposan dan memberikan pelatihan mengenai cara yang benar dalam melaksanakannya.

Penerapan Teknologi: Beberapa inovasi teknologi, seperti pengomposan aerobik dengan bantuan mesin pengomposan, dapat membantu mengatasi beberapa kendala yang mungkin muncul.

Mengingat potensi positif sampah organik sebagai sumber daya yang berharga untuk kesuburan tanah, berikut beberapa rekomendasi dan kesimpulan untuk mendorong pengelolaan sampah organik di rumah tangga:

Program Edukasi Masyarakat: Penting untuk melaksanakan program edukasi yang menyasar masyarakat tentang manfaat pengomposan dan cara pengelolaan sampah organik di rumah tangga. Dengan meningkatkan kesadaran, masyarakat dapat lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam praktik-praktik berkelanjutan.

Dukungan Pemerintah dan Pihak Terkait: Pemerintah dan pihak terkait perlu memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan dan insentif untuk mendorong masyarakat dalam melaksanakan pengomposan. Subsidi atau insentif fiskal dapat menjadi dorongan positif.

Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan: Investasi dalam pengembangan teknologi pengomposan yang ramah lingkungan dan mudah diakses dapat meningkatkan efisiensi proses pengomposan di tingkat rumah tangga.

Melalui pengomposan sampah organik, rumah tangga tidak hanya dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir, tetapi juga dapat menciptakan pupuk alami yang mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat. Meskipun terdapat tantangan dalam mengelola sampah organik, solusi yang tepat dan kesadaran masyarakat dapat membantu mengatasi kendala-kendala tersebut.

Dengan kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait, diharapkan pengelolaan sampah organik di rumah tangga dapat menjadi bagian integral dari upaya menuju gaya hidup berkelanjutan. Dengan demikian, kita dapat memaksimalkan potensi sampah organik sebagai sumber daya yang bernilai untuk mendukung kesehatan tanah pertanian dan keberlanjutan lingkungan.

Achadri, Yanuar, Fitria Gemma Tyasari, dan Putri Awaliya Dughita. 2018. “Pemanfaatan Limbah Organik dari Rumah Makan Sebagai Alternatif Pakan Ternak Ikan Budidaya.†AGRONOMIKA 13(1):210–13.

Andriani, Yuli, Walim Lili, Irfan Zidni, dan Muhamad Fatah Wiyatna. 2021. “Penyuluhan Pemanfaatan Limbah Organik Rumah Tangga Sebagai Pakan Ikan Di Desa Awisurat Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat.†Farmers: Journal of Community Services 2(1):56–61.

Banowati, Eva. 2011. “Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Untuk Konservasi Lingkungan.†Laporan Penelitian, Semarang: LP2M Unnes.

Dias L, Pingkan. 2009. “Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang.†Universitas Diponegoro.

Fordian, Dian, Hanna Audrey Lavinia, Rendra Rianto, dan Esa Amirul Azis. 2017. “Penyuluhan Metode Pembuangan Sampah Organik Dan Sampah Non Organik Bagi Rumah Tangga Di Lingkungan Rw 03 Desa Cisempur, Kec. Jatinangor.†Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat 6(3):129–35.

Ihsan, Ihsan Hidayat. 2018. “Analisis Tekno Eknonomi Pembuatan Pelet Ikan dari Limbah Sampah Organik di Kota Pekanbaru.†Jurnal Sains, Teknologi dan Industri 15(2):121. doi: 10.24014/sitekin.v15i2.5067.

Jambeck, Jenna R., Roland Geyer, Chris Wilcox, Theodore R. Siegler, Miriam Perryman, Anthony Andrady, Ramani Narayan, dan Kara Lavender Law. 2015. “Plastic waste inputs from land into the ocean.†Science 347(6223):768–71. doi: 10.1126/science.1260352.

Parfitt, Julian, Mark Barthel, dan Sarah Macnaughton. 2010. “Food waste within food supply chains: quantification and potential for change to 2050.†Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences 365(1554):3065–81. doi: 10.1098/rstb.2010.0126.

Patriatama, Fajar Febri. 2018. “Pemanfaatan Sampah Organik Pasar sebagai Pakan Ikan.†Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan 12(1):37. doi: 10.26630/rj.v12i1.2749.

Sari, Novita, dan Surahma Asti Mulasari. 2017. “Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan dengan Perilaku Pengelolaan Sampah di Kelurahan Bener Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta.†Jurnal Medika Respati 12(2):74–84.

Sony. 2008. “Workshop on Community Based Solid Waste Management in Indonesia.†Jakarta: Balai Kartini.

Sulistiyorini, Nur Rahmawati, Rudi Saprudin Darwis, dan Arie Surya Gutama. 2015. “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Lingkungan Margaluyu Kelurahan Cicurug.†Share : Social Work Journal 5(1). doi: 10.24198/share.v5i1.13120.

Westendorf, Michael L., ed. 2000. Food Waste to Animal Feed. Wiley.

Yulianingrum, Triwahyu, Niken Ayu Pamukas, dan Iskandar Putra. 2017. “Pemberian Pakan Yang Difermentasikan Dengan Probiotik Untuk Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Pada Teknologi Bioflok.†Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 4(1).

Zumael, Z. 2009. “The Nutrient Enrichment of Biological Processing.†Agricmed, Warsaw.

Limbah adalah buangan atau sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang mengandung berbagai bahan yang berbahaya bagi kehidupan manusia, hewan serta makhluk hidup lain. Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dikelompok menjadi tiga, yaitu limbah domestik/rumah tangga, limbah industri, dan limbah pertanian.

Limbah domestik/rumah tangga adalah limbah yang bersumber dari pemukiman penduduk, pasar, tempat usaha, dan sebagainya. Contohnya sisa makanan, kulit buah dan sayuran, kertas, plastik,  kayu, kaleng bekas, botol bekas dan sebagainya.

Dengan demikian, contoh limbah rumah tangga diantaranya sisa makanan, kulit buah dan sayuran, kertas, plastik,  kayu, kaleng bekas, botol bekas dan sebagainya.

Anda mungkin ingin melihat